Berikutadalah tanda-tanda muslim dan muslimah yang mendapatkan ridho Allah SWT dan cinta dari Allah SWT. Pertama, dimudahkan Allah SWT dalam mengerjakan amal kebaikan. Sebab orang yang percaya kepada Allah SWT, maka ia juga akan mempercayai firman-Nya. Bukankah Allah SWT pernah menyebut dalam Al Quran, bahwa "bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan.
— Allah Taala sebagai satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi, ridha dengan segala ujian atau musibah yang Allah turunkan kepada kita dan kita tidak boleh mencela ketetapan Allah. Kebanyakan yang menggelincirkan kaki manusia adalah berkaitan dengan penentangan terhadap takdir, mencelanya, tidak ridha terhadapnya, mengeluh dan menyandarkan kezhaliman kepadanya. Jika suatu saat rezekinya seret, dia akan berkata, ”Ini adalah bentuk kezhaliman. Dan, adakah orang lain yang lebih baik dariku ? ” Jika dia melihat orang-orang pergi mencari rezeki lalu sukses, dia akan berteriak,”Duhai seandainya aku seperti mereka, niscaya aku akan mengalami kesuksesan yang gemilang!” Sayangnya, tabiat ini paling banyak tergambar dari sebagian kaum perempuan. Padahal amalan akidah tersebut diharamkan Allah Ta’ala, karena mereka tidak ridha dengan qadha ketentuan Allah. Dia beriman terhadap takdir yang baik, sedang terhadap takdir yang buruk, dia mengingkarinya. Dia rela dengan takdir yang manis dan menggerutu terhadap takdir yang pahit. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu diriwayatkan bahwa ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ “Seorang hamba tidak dikatakan beriman sampai beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Dan, hingga dia mengetahui bahwa apa yang ditakdirkan menimpanya, maka tidak akan pernah meleset, dan apa yang tidak ditakdirkan menimpanya, maka tidak pernah akan menimpa Shahih Sunan at-Tirmidzi. Dinukil dari pendapat Abdul Lathif bin HajisnAl-Ghomidi dalan kitabnya ““Mukhalafaat Nisaiyyah”, 100 Mukhalafah Taqa’u fiha al-Katsir Minan Nisa-i bi Adillatiha Asy-Syar’iyyah” diuraikan, sebagian kaum perempuan meremehkan tentang dosa mencela takdir tersebut. Jika dia melihat ada seseorang tiba-tiba mendapatkan berbagai kenikmatan dunia, dia menganggap tidak ada hikmah dalam pemberian Allah tersebut. Lantas dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada seseorang yang tidak berhak mendapatkannya. “ Di atas inilah dia berjalan, selalu dalam keadaan mengeluh, terus menerus mencela takdir Allah. “Bahkan bisa jadi, dia akan mengatakan bahwa tidak ada hikmah dan rahmat dalam ketentuan-Nya. Jika ia mau beriman dan menginstropeksi dirinya, memperhatikan pemahamannya, bersabar dan selalu mengharap pahala darinya, maka hal itu tentu lebih baik baginya, baik cepat maupun lambat,”jelas Al-Ghomidi. Dari Zaid bin Tsabit diriwayatkan bahwa ia berkata aku pernah mendengar Rasulullah bersabda لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَاوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ ، وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ ، وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي سَبِيلِ اللهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ ، وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ ، وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ “Sekiranya Allah menghendaki untuk mengazab para penduduk langit dan bumi, niscaya Dia akan mengazab mereka, dan itu bukanlah bentuk kezhaliman Allah kepada mereka. Dan, sekiranya Dia memberi rahmat kepada mereka, niscaya rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal mereka sendiri. Jika engkau memiliki emas sebesar bukit Uhud yang engkau infakkan di jalan Allah, niscaya amalamu tidak akan diterima sampai engkau mengimani takdir secara keseluruhan, dan engkau mengetahui bahwa apa yang ditakdirkan menimpamu, maka tidak pernah akan meleset dan apa yang tidak ditakdirkan manimpamu, maka tidak akan menimpamu. Jika engkau mati tidak dalam keadaan demikian pasti engkau akan masuk Neraka Shahih Sunan Abi Dawud, dan Shahih Sunan Abni Majaha Muslimah, kita ini adalah hamba Allah. Seperti budak kepada tuannya, maka apa keinginan tuannya, budak harus menurutinya. Demikianlah kita kepada Allah. Namun Allah adalah tuan yang tidak pernah berbuat zalim pada hamba-hamba-Nya. Maka kita harus ridha dengan segala ketetapan Allah. Kita harus ridho Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi. Ridha dengan segala ujian atau musibah yang Allah turunkan kepada kita. Kita tidak boleh mencela ketetapan Allah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إن عظم الجزاء مع عظم البلاء وأن الله إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رضي فله الرضى ومن سخط فله السخط “Besarnya ganjaran pahala tergantung pada besarnya ujian. Dan Allah jika mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridho menerima ujian maka baginya ridha. Siapa yang marah, tidak terima takdir Allah, maka baginya kemarahan.” Jadi, apa yang Allah Ta’ala takdirkan buat kita, itu yang terbaik buat kita. Apa saja, termasuk ujian dan cobaan. Allah yang menakdirkan musibah ini, Allah juga yang akan mengembalikan kepada keadaan yang lebih baik. Ketika ditimpa musibah dan kesusahan, jangan berharap sesuatu pun dari manusia. Berharaplah kepada Allah saja. Allah yang menciptakan kita, maka Allah pasti akan memberikan rezeki kepada kita. Yakinlah, bahwa Allah Ta’ala tidak akan menelantarkan hamba-hamba-Nya yang A’lam.*/sumber; RidhoAllah Adalah Ridho Orangtua Berbakti Kepada Kedua Orang Tua (Birrul Walidain) | Menyambut Akhir Zaman √ Doa Untuk Orang Tua : Bacaan Arab, Latin dan Artinya Lengkap √ Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Dalilnya yg Wajib Kita Tahu Hadits Ridho Allah Tergantung Ridho Orang Tua - Gambar Islami Ilustrasi mempelajari sikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsUmat Muslim dianjurkan untuk melaksanakan semua amal ibadah dengan rasa ikhlas dan ridho. Keduanya perlu ditanamkan dalam diri setiap Muslim karena merupakan sikap yang disukai Allah orang menganggap ikhlas dan ridho adalah hal yang sama, faktanya keduanya memiliki makna berbeda. Lantas, apa perbedaan ikhlas dan ridho dalam syariat Islam? Simak penjelasannya di bawah Ikhlas dan RidhoDikutip dari buku Aqidah Akhlak Pada Madrasah oleh Indra Satia Pohan, ikhlas menurut syariat Islam disebut juga dengan qana’ah. Ini merupakan kerelaan hati dalam menerima sesuatu serta selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat dapat berfungsi sebagai motivasi bagi manusia untuk rajin dan giat dalam melakukan sesuatu dengan tujuan demi mencapai kesejahteraan hidup bagi dirinya, keluarga dan orang lain. Sikap ikhlas juga membantu manusia untuk mengendalikan hawa seorang Muslim, ikhlas menjadi sikap yang harus dimiliki agar terhindar dari sifat rakus, serakah, dan tamak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Az Zumar ayat 49 berikut iniفَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَArtinya “Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku. Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”Ilustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsSementara itu, ridho menurut bahasa artinya rela. Sedangkan secara istilah, ridho adalah menerima semua yang terjadi pada dirinya, baik kebahagian maupun kesedihan, dengan selalu berlapang dada serta menghadapinya dengan tabah, ikhlas, dan tidak putus Masyhuda Al-Mawwaz dalam buku Cara Allah Menolong Hamba-Nya, manusia harus memiliki sikap ridho agar menjadi pribadi yang berjiwa besar, bersikap tenang, dan selalu mensyukuri semua kehendak Allah SWT atas sikap ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit akibat berbagai musibah yang menimpanya. Dalam sebuah hadits dijelaskan“Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” HR. At TirmidziContoh Perilaku Ikhlas dan RidhoIlustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsDiambil dari buku Meraih Dahsyatnya Ikhlas terbitan Penerbit Agromedia Pustaka, di antara beberapa contoh orang-orang yang ikhlas dan ridho dalam kehidupan adalah mereka yang rela menerima kenyataan hidup walaupun dalam keadaan yang yang ikhlas tidak akan banyak berangan-angan serta berharap sesuatu melebihi batas kemampuannya serta selalu ikhtiar dan berdoa untuk memperbaiki nasibnya di masa yang akan datang. Sifat ikhlas seperti ini didukung keridhoan dalam dirinya dengan selalu berserah diri kepada Allah SWT, baik dalam kehidupan yang lapang maupun yang dimaksud dengan ikhlas?Apa saja manfaat sikap ikhlas?
بِسْمِاللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Dari Abdullah bin 'Amru Radhiallahu 'anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah
“Barangsiapa tidak dicoba dengan bencana atau kesusahan, maka tidak ada sebuah kebahagiaan di sisi Allah.” Adh Dhahhak Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani Ath Thibiy berkata “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” Lihat Faidhul Qodir, 2 583, Mirqotul Mafatih, 5 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7 65 Dari Anas bin Malik, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani “Bencana sentiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” HR. At Tirmidzi, dan beliau berkata, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya Dari Abu Hurairah “Ujian akan terus datang kepada seorang mukmin atau mukminah mengenai jasadnya, hartanya, dan anaknya sehingga ia menghadap Allah tanpa membawa dosa.” HR. Ahmad, hasan shahih “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit yang terus menerus, rasa capek, kekhawatiran pada pikiran, sedih karena sesuatu yang hilang, kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” HR. Bukhari dan Muslim Rasulullah ﷺ bersabda “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” HR. Bukhari dan Muslim “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” Muslim dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu Anhu “Kunci pembuka kenikmatan adalah sabar, sedangkan kunci penutupnya adalah malas.” Ali bin Abi Thalib Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجِزَنَّ , وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا لَكَانَ كَذَا وَ كَذَا , وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَ مَا شَاءَ فَعَلَ , فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ “Bersungguh-sungguhlah dalam hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dalam segala urusan, serta janganlah sekali-kali kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu kegagalan, maka janganlah kamu mengatakan, seandainya aku berbuat demikian, pastilah tidak akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan seandainya akan membuka pintu perbuatan setan”. HR. Muslim no. 2664 “Ketahuilah bahwa kesulitan itu akan membuka pendengaran dan penglihatan, menghidupkan hati, mendewasakan jiwa, mengingatkan hamba, dan menambah pahala.” DR. Aidh Al Qarni “Kegundahan, kesusahan, dan kesedihan hanyalah muncul dari dua sisi Pertama, cinta dunia dan ambisius terhadapnya. Kedua, sedikit melakukan kebaikan dan ketaatan.” Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Uddatush Shabirin, hlm. 512 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata “Jadi, sabar ada tiga macam, yang paling tinggi adalah sabar di atas ketaatan kepada Allah, kemudian sabar dari kemaksiatan, lalu sabar atas takdir Allah.” Al-Qaulul Mufid 2/110 Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda أشد الناس بلاء الأنبياء, ثم الصالحون, ثم الأمثل فالأمثل “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal mereka dan yang semisalnya.” HR. Ahmad, 3/78, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 995 Rasulullah SAW bersabda “Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik setelahnya, lalu orang yang paling baik setelahnya. Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun.” Shohihul Jami 993 “Segala persoalan dalam hidup ini sesungguhnya tidak untuk menguji kekuatan dirimu, tetapi menguji seberapa besar kesungguhanmu meminta pertolongan Allah SWT.” Ibnu Qoyyim Imam Ibnul Qoyyim رحمه اللَّه berkata “Barangsiapa yang mengenal Allah جل جلاله niscaya akan terasa lapang baginya segala kesempitan.” Madaarijus Saalikin 3/317 Berkata Utsaimin rahimahumullah “Jika sesuatu perkara membuatmu lelah dan membuatmu lemah darinya maka ucapkanlah Laa Haula Walaa Quwwata illa Billah, karena sungguh Allah akan membantumu atas perkara itu.” Syah Riyadih Sholihin 5/22 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kata ini Laa haula wala quwwata illa billah memiliki pengaruh yang ajaib dalam menghadapi situasi sulit, agar tahan banting, tatkala menemui para penguasa dan orang-orang yang ditakuti, menghadapi keadaan pelik dan juga mempunyai pengaruh yang menakjubkan dalam menghindari kefaqiran.” Al Wabilus Shoib hal. 77 Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan “Apabila ada suatu hal yang melelahkanmu dan engkau pun tidak sanggup mengerjakannya, ucapkanlah, Laa haula wa laa quwwata illa billah’. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dengan pertolongan dari Allah, niscaya Allah akan memudahkan urusanmu.” Syarah Riyadhushalihin, 5/552 Dalam hadis qudsi Allah berfirman “Pergilah pada hambaku lalu timpakanlah berbagai ujian padanya karena Aku ingin mendengar rintihannya.” HR. Thabrani dari Abu Umamah Ibnul Qayyim rahimahullah “Sesungguhnya Allah menguji hamba-Nya, supaya Ia dapat mendengar keluh kesah sang hamba, ketunduk-pasrahannya, serta rintihan do’anya.” Uddatush shabirin hlm. 62 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Sesuai dengan kadar niat, tekad dan semangat seorang hamba, sekadar itulah Allah akan memberikan taufik dan pertolongan kepadanya. Maka pertolongan Allah akan turun kepada seorang hamba, sesuai dengan kadar tekadnya.” Al Fawaid 18 “Kadang kala, pemberian ilahi datang secara tiba-tiba, agar para hamba tidak menyangka bahwa pemberian itu ada karena persiapan mereka.” Ibnu Atha’illah al-Iskandari Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Diantara rahmat Allah adalah menjadikan dunia penuh ujian dan kesusahan. Agar mereka tidak condong kepada dunia dan tidak merasa tenteram kepadanya. Dan agar mereka mengharapkan kenikmatan yang abadi di negeri surga di sisi-Nya.” “Allah menggiring mereka kepada kenikmatan akhirat dengan cambuk ujian dan cobaan. Allah tidak memberi mereka dunia karena ingin memberi mereka yang lebih baik dari dunia. Allah memberi mereka ujian agar menyelamatkan mereka dari adzab-Nya.” Ighotsatulahafan 2/917 Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata فلا تتمن الموت لأن الأمر كله مقضي وربما يكون في بقاءك خير لك ولغيرك فلا تتمن الموت بل اصبر واحتسب فإن الله عز وجل سيجعل بعد العسر يسرا “Jangan engkau berharap kematian karena perkara tersebut telah ditentukan! Bisa jadi keberadaanmu yang tetap seperti itu lebih baik bagimu dan bagi orang lain, maka jangan berangan-angan untuk mati! Bahkan, hendaknya engkau bersabar dan mengharap pahala karena sesungguhnya Allah azza wa jalla akan menjadikan setelah kesulitan itu kemudahan.” Sumber Syarh al-Kabair Untukitu kata Habib Abdurrahman apapun yang terjadi, maka kita harus bersikap ridho. "Allah telah memberikan wahyu kepada Nabi Musa 'alaihissasalam: "Wahai Musa, siapa yang tidak ridha dengan keputusan-Ku, tidak sabar dengan ujian-Ku, dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, maka hendaklah ia pergi dari bumiku dan langiku, dan hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku."
Inilah yang patut dipahami setiap insan beriman. Bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang muslim di sisi Allah dan tanda bahwa Allah semakin cinta kepada hamba-Nya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Namun ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita adalah bersabar. Sabar ini merupakan tanda keimanan dan kesempurnaan tauhidnya. Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani. Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani. Faedah dari dua hadits di atas 1- Musibah yang berat dari segi kualitas dan kuantitas akan mendapat balasan pahala yang besar. 2- Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya, يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء “Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.” 3- Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat pahala yang besar. 4- Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih. 5- Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman. 6- Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa. 7- Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” Lihat Faidhul Qodir, 2 583, Mirqotul Mafatih, 5 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7 65 8- Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.” Jika telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya. Semoga Allah memberi kita taufik dalam bersabar ketika menghadapi musibah. Wallahul muwaffiq. — Mabna 27, kamar 201, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA Renungan di malam hari sebelum tidur, 24 Rabi’ul Awwal 1434 H
HaditsTentang Tidak Ridho Dengan Takdir Allah Tidak Akan Mendapat Syafa'at. Jadi di ujian harian 16, kebetulan ana mendapatkan soal Iman Kepada Hari Kiamat mengenai syafa'at. Allah dan menyalahkan keadaan. Berdasarkan ilustrasi di atas pernyataan-pernyataan berikut yang lebih. A, Abu Fulan tidak mungkin mendapatkan syafa'at dari putranya
Ridho dengan Ketentuan Allah. Foto Takdir ilustrasi diri sangatlah penting dalam rangka menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi di dalam kehidupan ini. Sedangkan terhadap yang telah terjadi, maka sikap yang harus kita miliki adalah ridho. Pimpinan Majelis Ta'lim dan Zikir Baitul Muhibbin Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, ridho terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridho pada hasil akhir "Yang akhirnya kita terima setelah usaha maksimal ikhtiar yang kita lakukan," kata Habib Abdurrahman melalui pesan hikmahnya kepada Republika, Senin 23/13. Habib Abdurrahman mengatakan, ridho itu adalah keterampilan mental untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima kenyataan, dibarengi otak dan anggota tubuh yang berikhtiar terus untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi. Mengapa kita harus ridho? Karena jika kita tidak ridho pun, kejadian atau hasil itu pun tetap terjadi. Untuk itu kata Habib Abdurrahman apapun yang terjadi, maka kita harus bersikap ridho. “Allah telah memberikan wahyu kepada Nabi Musa 'alaihissasalam "Wahai Musa, siapa yang tidak ridha dengan keputusan-Ku, tidak sabar dengan ujian-Ku, dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, maka hendaklah ia pergi dari bumiku dan langiku, dan hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.” "Terimalah takdirmu dengan Ridho," katanya.

1 Keridloan Allah tenggelam pada ketaatan-ketaatan. dan kepalanya muncul di rumah orang-orang yang dermawan. 2- Murka Allah tenggelam dalam kesalahan, kekeliruan. dan kepalanya muncul di rumah orang-orang yang bakhil. 3- Nyamannya hidup, Luasnya rizqi tersembunyi di dalam pahala. dan kepalanya muncul di rumah-rumah orang yang sholat.

Oleh Erna Ummu Azizah Komunitas Peduli Generasi dan Umat [email protected] DALAM kehidupan sehari-hari sering kali kita dihadapkan pada kondisi-kondisi yang membuat kita bertanya-tanya. Apakah ini ujian, adzab, ataukah istidraj? Lantas, bagaimana kita membedakannya, dan bagaimana pula kita menyikapinya? Musibah atau bencana yang menimpa orang yang beriman, yang senantiasa beramal sholih, menjauhi maksiat, menghidupkan sunnah-sunnah Nabi, serta selalu berada dalam ketaatan kepada perintah dan larangan Allah. Inilah yang disebut ujian atau cobaan. Musibah ini bertujuan untuk menguji keistiqomahan hamba. Allah ingin melihat bukti keimanan dan kesabarannya. Jika ia bisa menyikapi dengan benar, dan mengembalikan semuanya kepada Allah, maka Allah akan memberikan pertolongan dan rahmat sesudah musibah atau bencana tersebut, bahkan menjadikan musibah tersebut sebagai penggugur dosa-dosanya. BACA JUGA Maksiat Rajin Rezeki Lancar? Musibah ini adalah tanda kecintaan Allah SWT pada seseorang hamba. Semakin tinggi derajat keimanan dan kekuatan agama seseorang, justru ujian musibah yang menimpanya akan semakin berat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ. Dari Mush’ab bin Sa’d dari ayahnya. Ayahnya berkata Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ,” Manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Rasulullah ﷺ menjawab,” Para Nabi, kemudian disusul yang derajatnya seperti mereka, lalu yang di bawahnya lagi. Seseorang diuji sesuai keadaan agamanya. Jika agamanya itu kokoh maka diperberatlah ujiannya. Jika agamanya itu lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan agamanya. Senantiasa ujian menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun.” HR. al-Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah Foto Freepik 2. ADZAB Musibah bagi orang-orang yang lalai menunaikan hak-hak Robb-Nya, sering berbuat dosa, dan menunda taubat. Inilah yang disebut adzab atau teguran. Musibah ini bertujuan untuk memberi peringatan kepada hamba agar bergegas kembali kepada Robb-nya dan segera bertaubat. Adzab ini adalah hukuman yang disegerakan di dunia agar nanti tidak ditimpakan kepadanya di akhirat, atau di akhirat nanti hukumannya lebih ringan. Allah menginginkan kebaikan kepada hambaNya sehingga hukuman tersebut disegerakan di dunia, untuk menghapus kesalahan-kesalahan hamba tersebut. Sebenarnya peringatan ini karena kasih sayang Allah SWT. Misalnya seseorang yang berada dalam kesempitan rezeki. Kemudian ia bermunajat kepada Allah agar memberikannya keluasan rezeki. Rajin ibadah sunah dan perbaikan ibadah lainnya dengan semaksimal mungkin. Hingga Allah SWT memberikan jalan keluar. Bisnisnya lancar, usahanya berkembang, dan kesibukan semakin meningkat. Tapi justru dikarenakan sibuknya, satu persatu ibadah sunahnya mulai ia tinggalkan. Ibadah wajibnya pun dilalaikan. Seharusnya bertambahnya nikmat, membuat ia bertambah syukur dan semakin dekat dengan Allah, tetapi yang terjadi malah semakin jauh dari Allah. Orang ini sebenarnya sedang mengundang datangnya musibah atau adzab Allah. Hingga akhirnya Allah cabut kembali nikmatNya. Dan, sungguh musibah yang datang kepadanya ini sebagai peringatan untuk kembali kepada Robb-nya dan segera bertaubat. 3. ISTIDRAJ Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya yang sebenarnya itu menjadi adzab baginya apakah dia bertaubat atau semakin jauh. Ada seorang yang maksiatnya lancar tapi rezekinya juga lancar. Ia tidak dalam ketaatan namun bergelimang berbagai kelebihan-kelebihan. Foto Pexels Dari Uqbah bin Amir RA, dari Rasulullah ﷺ “Apabila engkau melihat Allah mengaruniakan dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu hanya istidraj dariNya.” kemudian Rasulullah membaca firman Allah “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” QS. Al-An’am 44. HR. Ahmad Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk adzab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman adzab akhirat tidak dipedulikan. Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti. BACA JUGA Hati-Hati Istidraj, Ini Ciri-Cirinya Sekarang coba tanyakan dengan jujur pada diri sendiri, bagaimana keimanan kita terhadap Allah SWT? Apabila kita termasuk orang yang lalai, maka jawaban atas musibah yang menimpa, adalah sebagai adzab dan peringatan atas kelalaian kita, agar kita sadar dari kelalaian kita selama ini. Dan segeralah bertaubat. Dan kalau kita bukan hambaNya yang lalai, maka musibah yang menimpa kita, adalah sebagai suatu ujian, dimana dengan ujian itu, Allah telah menyiapkan tingkat keimanan yang lebih tinggi untuk kita. Seperti menjadikan kita hamba pilihanNya yang sabar. Dan pahala orang yang sabar sungguh tanpa batas. Dan insya Allah dengan kesabaran dan istiqomah di jalanNya akan bisa meraih ridho Allah, dan ridho Allah adalah segalanya. Wallahu a’lam. [] dIxPfF7. 260 34 217 109 451 120 304 356 42

ridho dengan ujian allah